Sesuai Perpres 98 Tahun 2021, Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon mencakup 4 mekanisme:
# setidaknya dari sektor kehutanan, kita sudah ada Result-based Payment (RBP) / Result-Based Contribution (RBC), yang akan dibuka adalah Perdagangan karbon (baik pasar karbon domestik maupun internasional)
Inventory
Baseline
Dalam menghadapi tantangan krisis iklim, sektor kehutanan Indonesia memegang peranan strategis sebagai kontributor utama pencapaian target penurunan emisi GRK nasional, yaitu 31,89% secara mandiri dan hingga 43,20% dengan dukungan internasional pada 2030 (Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) 2022). Untuk mewujudkan target tersebut, diperlukan pembiayaan yang besar melalui penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Pemanfaatan NEK menjadi strategi penting untuk mendorong peran aktor non-pemerintah (non-state actors) dan pasar dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan iklim yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Berikut adalah beberapa capaian NDC (Nationally Determined Contribution) khususnya di sektor kehutanan (FOLU/REDD+) di Indonesia
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) di Jakarta (12/08/2025), secara resmi melaksanakan Kick-Off Meeting penyusunan Concept Note dan Funding Proposal untuk pendanaan dari Green Climate Fund (GCF) REDD+ Result-Based Payment (RBP) tahap kedua.
Kementerian Kehutanan mendorong Papua menjadi provinsi percontohan implementasi Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, agenda nasional untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan.
Staf Ahli Menteri Kehutanan, Haruni Krisnawati, mengungkapkan bahwa program Forestry and Other Land Use (FOLU) akan mendorong transisi ekonomi hijau.